Review Komik Made in Abyss. Pada 21 Oktober 2025, dua minggu setelah pengumuman mengejutkan tentang seri adaptasi film baru yang akan tayang mulai 2026, Made in Abyss kembali menjadi pusat perhatian di kalangan penggemar manga global, memicu gelombang ulasan ulang yang membanjiri forum daring. Karya epik ini, yang mengisahkan petualangan dua anak ke dasar jurang misterius penuh bahaya, telah beredar lebih dari 22 juta kopi sejak debutnya pada 2012, meraih nominasi penghargaan bergengsi dan menjadi benchmark bagi genre adventure-horror. Di era di mana cerita survival mendominasi, Made in Abyss menonjol karena perpaduan keindahan dan kekejaman yang tak terduga, membuat pembaca terpaku meski seri masih berlangsung dengan jeda panjang. Review terkini menyoroti bagaimana narasinya yang tak kenal ampun terasa lebih relevan di tengah isu eksplorasi alam dan batas manusia, dengan peningkatan diskusi online mencapai 60% sejak berita film. Artikel ini menyajikan ulasan segar, menyelami kekuatan cerita, seni, dan tema yang membuatnya abadi—sempurna untuk dibaca ulang bagi siapa saja yang siap terjun ke kegelapan Abyss lagi. BERITA BOLA
Narasi Petualangan yang Gelap dan Misterius: Review Komik Made in Abyss
Alur Made in Abyss dimulai dengan Riko, gadis yatim pihak yang bercita-cita menjadi penjelajah legendaris, yang menemukan mayat ibunya di bibir jurang raksasa—sebuah lubang tak berujung yang menyimpan harta karun sekaligus kengerian. Bersama Reg, robot misterius berbentuk anak laki-laki dengan senjata kuat, Riko memulai penurunan ke lapisan Abyss yang semakin dalam, di mana setiap level membawa ancaman baru: dari makhluk ganas yang memakan jiwa hingga kutukan yang memutarbalikkan tubuh. Narasi ini mengalir seperti arus bawah tanah: lambat di permukaan dengan deskripsi kota Orth yang ramai, tapi semakin cepat dan brutal saat memasuki kedalaman, di mana arc seperti “Hunting Layer” atau “The Great Fault” membangun ketegangan melalui misteri bertumpuk—siapa sebenarnya Reg? Apa rahasia “White Whistle” yang hilang?
Struktur seri, yang kini mencapai lebih dari 12 volume dengan hiatus sporadis, menghindari formula shonen biasa dengan fokus pada konsekuensi nyata: setiap langkah turun berarti penderitaan fisik dan mental, tanpa jaminan kemenangan. Klimaks seperti pertemuan dengan Nanachi, kelinci berbulu putih yang rusak oleh eksperimen, menambah lapisan emosional yang membuat pembaca tercekat. Ulasan ulang tahun ini memuji bagaimana alur tetap segar meski lambat, terutama dengan pengumuman film yang akan adaptasi arc baru, mendorong spekulasi tentang resolusi misteri utama. Hasilnya, narasi ini bukan hanya petualangan, tapi perjalanan yang memaksa pembaca menghadapi ketakutan mereka sendiri, meninggalkan rasa haus akan chapter berikutnya yang masih menggantung.
Seni yang Memukau dan Detail yang Menghantui: Review Komik Made in Abyss
Gaya visual Made in Abyss adalah perpaduan indah antara keajaiban fantasi dan horor tubuh yang mengerikan, di mana setiap panel terasa seperti lukisan yang hidup dengan detail anatomis yang presisi. Akihito Tsukushi, penciptanya, menggambarkan Abyss sebagai dunia yang cantik sekaligus mengerikan: lapisan pertama penuh flora bercahaya dan reruntuhan kuno yang seperti gua kristal, tapi semakin dalam, seni bergeser ke bayangan gelap dengan garis halus yang menangkap getaran makhluk seperti “Narehate”—mutan yang bentuknya melengkung dan menyedihkan. Close-up pada luka terbuka atau transformasi tubuh akibat “Curse of the Abyss” digambar dengan keakuratan medis yang membuat pembaca merinding, sementara halaman ganda pemandangan jurang tak berujung menciptakan rasa skala epik yang menekan.
Evolusi seni sepanjang seri juga mencolok: volume awal lebih ringan dengan warna cerah yang menarik pembaca muda, tapi belakangan semakin gelap dan eksperimental, terutama di arc mendalam di mana panel non-tradisional seperti perspektif first-person menyeret pembaca ke dalam kegelapan. Hiatus panjang sejak 2018 memungkinkan Tsukushi menyempurnakan detail, dan rumor 2025 menyebutkan chapter baru akan manfaatkan digital untuk efek dinamis. Ulasan terkini memuji bagaimana seni ini unggul di edisi berwarna terbatas, di mana kontras cahaya dan bayang menambah nuansa emosional—seperti mata Riko yang penuh tekad di tengah kengerian. Kekurangannya? Beberapa adegan body horror terlalu grafis untuk pembaca sensitif, tapi justru itulah yang membuat visual ini tak terlupakan, mengubah manga menjadi pengalaman sensorik yang menghantui.
Tema Eksplorasi, Penderitaan, dan Keajaiban yang Gelap: Review Komik Made in Abyss
Di balik petualangannya, Made in Abyss menyelami tema eksplorasi sebagai dorongan manusiawi yang berbahaya, di mana keingintahuan Riko melambangkan semangat anak-anak yang tak tergoyahkan, tapi juga harga mahal yang dibayar: penderitaan fisik seperti “The Strain” yang memuntahkan isi perut atau mutasi permanen yang merampas kemanusiaan. Seri ini mempertanyakan batas antara keindahan dan kekejaman—Abyss penuh artefak ajaib seperti “Unheard Bell” yang menyembuhkan, tapi juga kutukan yang membuat naik ke permukaan seperti neraka. Karakter seperti Bondrewd, penjelajah gila yang bereksperimen pada anak yatim, menambah lapisan etis yang gelap, memaksa pembaca bertanya: apakah pengetahuan layak dikorbankan nyawa tak berdosa?
Tema persahabatan dan ketahanan juga kuat: ikatan Riko-Reg-Nanachi dibangun melalui trauma bersama, menunjukkan bagaimana penderitaan bisa menyatukan daripada memecah. Di 2025, dengan diskusi tentang etika penelitian dan eksplorasi luar angkasa, seri ini terasa seperti alegori modern—misteri dasar Abyss mirip black hole yang tak terpecahkan. Ulasan ulang melihat paralel dengan isu lingkungan, di mana keindahan alam menyembunyikan bahaya tak terlihat. Meski kritik atas konten dewasa di genre yang tampak anak-anak ada, kedalaman ini justru yang membedakannya, mengubah bacaan menjadi refleksi tentang rasa ingin tahu yang tak terkendali. Pengumuman film baru menjanjikan adaptasi tema ini dengan visual lebih imersif, membuat penggemar semakin antusias.
Kesimpulan
Tiga belas tahun setelah bab pertamanya, Made in Abyss pada 2025 tetap menjadi manga yang menakjubkan dan mengganggu, membuktikan bahwa cerita jurang bisa jadi metafor jiwa manusia yang tak terdengar. Dari narasi gelap yang misterius, seni memukau yang menghantui, hingga tema eksplorasi yang mendalam, semuanya menyatu dalam karya yang seperti lubang hitam—menarik pembaca masuk dan tak mudah lepas. Dengan seri film baru di cakrawala, masa depan Abyss tampak cerah meski penuh bayang, menjanjikan petualangan baru bagi Riko dan kawan. Jika belum membaca, turunlah sekarang; jika sudah, siapkan hati untuk chapter selanjutnya. Made in Abyss mengingatkan kita bahwa di kedalaman terdalam, keajaiban dan kengerian saling bergandengan—dan di dunia yang penuh misteri, pesan itu lebih berharga dari artefak apa pun.
You may also like

Review Komik I’m Actually A Cultivation Bigshot

Review Komik The New Employee Kim Chul-Soo

Leave a Reply