
Review Komik My Hero Academia. Oktober 2025 jadi puncak emosional buat penggemar My Hero Academia, saat final season anime—atau Season 8—resmi tayang mulai 4 Oktober di Crunchyroll dan platform lain, adaptasi langsung dari manga yang udah tamat Agustus 2024. Episode 1 langsung bikin heboh dengan aksi All Might yang ikonik, sementara preview Episode 2 janjiin pertarungan sengit dan sekutu tak terduga. Tak ketinggalan, crossover illustration Kohei Horikoshi dengan Takeru Hokazono dari Kagurabachi yang rilis awal bulan ini, bikin fanart dan diskusi meledak di X. Manga asli, yang tayang di Weekly Shonen Jump dari 2014 hingga 2024 dengan 42 volume, jual lebih dari 100 juta copies global dan bentuk generasi hero baru. Di tengah hype ini, review komiknya pas banget buat pemula yang penasaran kenapa Izuku Midoriya masih jadi simbol underdog. Yuk, kita kupas ulang seri Kohei Horikoshi ini dari sudut segar, tanpa spoiler berat yang bikin rugi. BERITA BOLA
Ringkasan Cerita dari Komik Ini: Review Komik My Hero Academia
My Hero Academia—atau Boku no Hero Academia—berpusat pada Izuku Midoriya, alias Deku, bocah quirkless di dunia di mana 80% populasi punya quirk atau kekuatan super. Deku, fanboy berat All Might (Symbol of Peace), mimpi jadi hero meski lahir tanpa kekuatan. Pertemuannya dengan All Might yang lagi lemah ubah segalanya: dia warisi One For All, quirk legendaris yang numpuk kekuatan generasi, dan masuk U.A. High School—akademi hero top—lewat ujian masuk brutal.
Cerita berkembang lewat arc-arc penuh aksi dan emosi. Entrance Exam Arc perkenalin teman sekelas seperti Katsuki Bakugo (rival tempramen) dan Ochaco Uraraka (teman setia), sambil bangun world quirk yang variatif dari api sampe zero gravity. USJ Arc dan Sports Festival Arc naikkan taruhan dengan serangan villain awal dan turnamen sekolah yang sengit. Stain Arc gali tema hero palsu vs. asli, sementara Overhaul Arc bawa Deku ke dunia yakuza bawah tanah. Paranormal Liberation War Arc gelapkan nada dengan perang besar antar hero dan League of Villains, ungkap backstory Tomura Shigaraki sebagai antagonis utama. Final arc, yang tutup seri di chapter 431, klimaks dengan pertarungan epik soal warisan, pengorbanan, dan apa artinya jadi hero di masyarakat retak. Secara keseluruhan, manga ini campur superhero action ala Marvel dengan drama remaja Jepang, fokus pada pertumbuhan Deku dari nol jadi penerus All Might, sambil gali isu diskriminasi quirkless dan korupsi hero society.
Kenapa Komik Ini Sangat Untuk Dibaca: Review Komik My Hero Academia
Di 2025, pas final season anime lagi bikin My Hero Academia trending lagi, manga aslinya tetep wajib buat yang mau dalami lore tanpa filler adaptasi. Ceritanya relatable: Deku wakilin siapa aja yang merasa kurang, tapi bangkit lewat usaha keras—bayangin cliffhanger tiap chapter yang bikin binge reading sampe pagi. Artwork Horikoshi evolve dari garis sederhana di awal jadi splash page epik di arc akhir, dengan desain quirk yang kreatif bikin visualnya nagih. Buat pemula, mulai dari volume 1 di Viz Media aja udah cukup bikin ketagihan, apalagi edisi digitalnya gampang di Shonen Jump app.
Lebih dari hiburan, komik ini dorong refleksi soal heroism modern—Deku sering tanya “apa hero seharusnya?”, relevan banget di era di mana isu sosial kayak bullying dan mental health lagi hangat. Di X, fans baru sering rekomen manga daripada anime karena pacing-nya lebih ketat, seperti review Tome 42 yang puji combatan titanesques dan twist foudroyants. Apalagi sekarang, dengan crossover Kagurabachi yang tambah hype, baca ulang jadi cara perfect buat pahami kenapa seri ini inspirasi ribuan cosplay. Kalau kamu lagi cari shonen yang campur tawa, air mata, sama pukulan satisfying, ini jawabannya—timeless dan selalu bikin semangat.
Sisi Positif dan Negatif dari Komik Ini
My Hero Academia punya segudang sisi positif yang bikin dia ikon shonen. Pertama, character growth-nya brilian: Deku dari crybaby jadi pemimpin, Bakugo dari bully ke ally setia, bikin chemistry kelas 1-A terasa autentik dan lucu. World-building quirk luas tapi mudah dipahami, dengan arc awal seperti Sports Festival yang pacing sempurna dan humor ringan. Artwork Horikoshi juara: pose dinamis, efek quirk flashy, dan emosi wajah yang dalem bikin tiap panel kayak seni. Tema positifnya kuat—courage, friendship, dan usaha—bikin seri ini cocok semua umur, seperti review yang sebut underdog story relatable buat semua. Di 2025, dengan Team Up Mission spin-off yang review positif, manga ini buktiin daya tarik globalnya lewat sales dan adaptasi sukses.
Tapi, ada sisi negatif yang tak terhindar. Pacing paruh akhir dirasa rushed—final arc tutup terlalu cepat setelah build-up panjang, kurangin closure buat beberapa subplot. Beberapa karakter underutilized, seperti side hero yang potensinya nggak tergali maksimal, dan trope “try hard, cry hard” Deku kadang repetitive. Di review Vol 18, meski puji backstory, ada kritik soal plot yang terlalu bergantung fan service. Secara keseluruhan, drop kualitas di akhir bikin polarisasi—keren buat yang suka emosi, tapi frustrating buat yang cari plot ketat ala Fullmetal Alchemist.
Kesimpulan
My Hero Academia bukan cuma manga shonen; dia manifesto soal apa artinya bangkit dari nol di dunia penuh quirk. Di Oktober 2025, pas final season anime rock layar dan crossover Horikoshi lagi viral, komik ini ingetin kenapa dia legenda: dari ringkasan cerita Deku yang inspiratif sampe artwork yang bikin deg-degan, meski pacing akhirnya kadang bikin mengeluh. Kohei Horikoshi buktiin, hero sejati nggak lahir dari kekuatan, tapi hati—dan itu pelajaran yang nggak pernah usang. Kalau kamu lagi scroll Viz buat bacaan baru, ambil volume 1 sekarang; siap-siap ketagihan, karena di akhir, My Hero Academia ajarin: siapa pun bisa jadi Plus Ultra.
You may also like

Review Komik Death Note

Review Komik Mashle: Magic and Muscles

Leave a Reply