
Review Komik “Chainsaw Man”. Chainsaw Man karya Tatsuki Fujimoto adalah salah satu komik paling liar dan tidak terduga yang pernah muncul dalam industri manga modern. Ia menabrak semua batas norma cerita shōnen konvensional dan menggantikannya dengan dunia brutal penuh darah, absurditas, dan emosi mentah. BERITA VOLI
Namun di balik kekacauan itu, Chainsaw Man menyimpan pesan yang mengejutkan dalam: tentang keinginan manusia yang sederhana — hidup dengan layak, dicintai, dan bebas dari penderitaan. Fujimoto mengubah premis gila menjadi refleksi tentang kemanusiaan dalam bentuk paling mentahnya.
Dunia Iblis dan Kekuatan yang Tidak Manusiawi: Review Komik “Chainsaw Man”
Cerita berpusat pada Denji, seorang pemuda miskin yang bekerja memburu iblis untuk melunasi hutang ayahnya. Hidupnya begitu sengsara hingga ia hanya bermimpi makan roti dengan selai dan tidur di kasur empuk. Namun semuanya berubah setelah ia dibunuh, lalu bersatu dengan anjing iblisnya, Pochita, dan menjadi makhluk hibrida bernama Chainsaw Man.
Dunia yang dibangun Fujimoto brutal dan tanpa belas kasihan. Di sini, iblis lahir dari ketakutan manusia — semakin besar ketakutan, semakin kuat iblisnya. Dengan ide ini, Chainsaw Man menyingkap sisi tergelap masyarakat modern: ketakutan akan kematian, kehilangan, kekuasaan, bahkan cinta.
Tidak ada yang benar-benar baik atau jahat. Pemburu iblis dan iblis itu sendiri sama-sama haus darah dan kebebasan. Fujimoto menciptakan dunia di mana semua orang berjuang hanya untuk bertahan, tidak ada pahlawan murni — hanya manusia yang mencoba tidak tenggelam dalam neraka kehidupan.
Karakter yang Kasar Tapi Manusiawi: Review Komik “Chainsaw Man”
Kekuatan utama Chainsaw Man terletak pada karakter-karakternya yang kacau namun jujur. Denji bukan protagonis tipikal. Ia tidak berjuang demi keadilan, tapi demi hal-hal kecil: makan enak, punya pacar, tidur nyenyak. Tujuannya sederhana, tapi justru itulah yang membuatnya terasa nyata dan dekat dengan pembaca.
Karakter lain seperti Power dan Aki Hayakawa memperkaya cerita dengan dinamika emosional yang tidak terduga. Power yang egois tapi setia, Aki yang rasional tapi tersiksa oleh dendam, semuanya mencerminkan sisi manusia yang tidak sempurna.
Namun figur paling kompleks adalah Makima, wanita misterius yang menjadi simbol manipulasi dan kekuasaan. Ia memanfaatkan Denji dengan cara halus dan kejam, menggambarkan bagaimana kekuatan sering disamarkan dalam bentuk kasih sayang palsu. Melalui hubungan mereka, Fujimoto menggali tema besar: cinta bisa menjadi bentuk pengendalian paling berbahaya.
Kekacauan, Simbolisme, dan Filosofi Kehidupan
Meskipun penuh darah dan humor hitam, Chainsaw Man bukan sekadar tontonan kekerasan. Fujimoto mengisinya dengan simbolisme sosial dan filosofi eksistensial. Denji yang setengah manusia setengah iblis adalah metafora tentang bagaimana manusia kehilangan kemanusiaannya demi bertahan hidup dalam sistem yang kejam.
Setiap iblis mewakili rasa takut manusia modern — dari ketakutan kehilangan orang tercinta hingga ketakutan terhadap makna hidup itu sendiri. Pertarungan bukan hanya soal menang atau kalah, tapi tentang bagaimana karakter menerima sisi gelap dalam diri mereka.
Salah satu kekuatan terbesar manga ini adalah kemampuannya menghadirkan absurditas dengan makna. Fujimoto bisa membuat adegan mengerikan berubah jadi menyentuh dalam sekejap. Di balik gergaji dan darah, ada kesepian, kerinduan, dan pencarian arti hidup.
Chainsaw Man juga menolak memberi kenyamanan. Fujimoto dengan sengaja mematahkan ekspektasi pembaca: karakter favorit bisa mati kapan saja, humor bisa berubah jadi tragedi dalam satu panel. Semua ini membuat cerita terasa seperti hidup itu sendiri — tak terduga, kejam, tapi terus berjalan.
Kesimpulan
Chainsaw Man adalah karya yang menolak dikotakkan. Ia adalah horor, aksi, satire, dan drama kemanusiaan dalam satu paket gila. Fujimoto berhasil menciptakan dunia di mana darah dan air mata mengalir bersamaan, tempat di mana absurditas menjadi cara manusia bertahan dari penderitaan.
Dengan gaya gambar ekspresif dan narasi tak terduga, komik ini membuktikan bahwa kisah paling brutal justru bisa memunculkan empati paling dalam. Denji bukan pahlawan sempurna, tapi manusia biasa yang mencoba hidup di dunia yang tidak memberinya kesempatan.
Pada akhirnya, Chainsaw Man adalah refleksi tajam tentang hidup di tengah kekacauan. Tentang bagaimana kadang, hanya dengan tetap berdiri dan tertawa di tengah penderitaan, seseorang bisa disebut benar-benar manusia.
You may also like

Review Komik Death Note

Review Komik Mashle: Magic and Muscles

Leave a Reply